Allah SWT menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk kepada jalan kebenaran, pencukup bagi kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Al-Quran merupakan cahaya yang menerangi kegelapan, pelita yang membimbing di tengah perjalanan, kurikulum kehidupan, nasehat yang penuh manfaat, semakin di kaji semakin bertambah keimanan, semakin mendalam keilmuan, maka ia semakin memperkuat motivasi untuk beramal. Di dalamnya terdapat makna-makna yang lebih segar dan nikmat dari air dingin bagi orang yang kehausan, lebih lembut dari hembusan angin di taman bunga, lebih terang dari sinar mentari yang menyinari alam.
Begitulah diantara ungkapan para ulama tafsir yang mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mereka semua ketemu kepada satu kesimpulan bahwa Al-Quran adalah kitab yang selalu baru ayat-ayatnya walau dibaca berulang-ulang, tidak akan pernah bosan mengkajinya, ia akan selalu menghadirkan suatu yang baru berupa iman, ilmu dan kefahaman, karena ia adalah mu’jizat dari sisi Alllah, kitab yang mengandung keberkahan, kemudian kita diperintahkan untuk mentadaburinya. Allah berfirman:
Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ ص : 29
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shaad: 29)
Imam As-Sa’di dalam tafsirnya ‘Taisir Karimir Rohman’ beliau menjelaskan, “bahwa makna ‘Mubarokun’ ialah di dalam Al-Quran terdapat keberkahan yang banyak, ilmu yang melimpah, hikmah diturunkan Al-Quran ini adalah untuk mentadaburinya, karena dengan mentadaburi dan mentafakurinya secara berulang-ulang akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan yang banyak.”
Imam Qusyairi dalam tafsirnya mengatakan:
مُبَارَكٌ وهو القرآن ، ومبارك أي كبيرُ النّفْعِ ، ويقال مباركٌ أي دائمٌ باقٍ لا ينسخه كتابٌ ويقاَل مباركٌ لِمَنْ آمَنَ به وصَدَّقَ . ثم إنه بَيَّنَ أَنَّ البركةَ في تَدَبُّرِهِ والتفكُّرِ في معانيه .
“Mubarokun ia adalah Al-Quran, mubarok yang berarti besar manfaatnya, selalu kekal dan tidak tergantikan dengan kitab yang lain, kemudian dijelaskan bahwa keberkahan itu ada dalam mentadaburi dan mentafakuri makna-maknanya.”
Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah: Mengapa keberkahan, ketenangan, kebahagiaan, keindahan akhlak, kemuliaan, kemenangan, itu belum dapat dirasakan oleh sebagian besar umat islam, padahal Al-Quran ada ditengah-tengah mereka, sedangkan Al-Quran yang ada saat ini seperti halnya juga Al-Quran yang diturunkan kepada Rosulullah ketika itu dan dipelajari oleh para sahabat. Kemudian mereka menjadi teladan dalam keimanan mereka, dalam ibadah mereka, dalam akhlak mereka, dalam kehidupan mereka secara nyata, walaupun saat itu dengan keterbatasan yang ada, zaman yang tidak memiliki kecanggihan seperti saat ini?.
Bukan Al-Qurannya yang salah, namun pengambilan Al-Quran itu yang berbeda, rasa kebutuhan yang kurang terhadap Al-Quran, keingianan untuk menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya pedoman yang membimbing kepada kehidupan yang benar itu masih belum banyak disadari, bahkan sebagian orang menganggap Al-Quran tidak penting dan tidak relevan dengan zaman sekarang bahkan berpaling darinya, lebih suka produk-produk pemikiran yang sangat tidak sejalan dengan Al-Quran.
Ketika Allah mengatakan pada ayat:
{ لَقَدْ أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ } [ الأنبياء: 10 ] .
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya: 10)
قال القرطبي: وقيل: { فِيهِ ذِكْرُكُمْ } أي ذكر أمر دينكم; وأحكام شرعكم وما تصيرون إليه من ثواب وعقاب . وقيل: مكارم أخلاقكم, ومحاسن أعمالكم. والأقوى أن يكون المراد بقوله: { وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ }[ الزخرف : 44 ] يعني القرآن; فعليه انبنى الكلام وإليه يرجع المصير, والله أعلم. قال الماوردي: "ولقومك" فيهم قولان: أحدهما: من اتبعك من أمتك . قلت (القرطبي) : والصحيح أنه شرف لمن عمل به, كان من قريش أو من غيرهم.
Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya ‘Al-Jami’ li ahkamil Quran’, “ada yang mengatakan bahwa di dalamnya ada urusan agamamu, hukum dan syariat agamamu. Ada yang mengatakan bahwa di dalamnya ada kemuliaan akhlak dan kebaikan amalmu. Dan pendapat yang paling kuat dari ayat ini adalah Al-Quran, seperti ayat:وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ
“Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu.”. (Az-Zukhruf: 44)
Imam Mawardi mengatakan: Maksud ayat “untuk kaummu” ada dua pendapat, pertama: siapa saja yang mengikutimu dari umatmu (Quraisy), dan dari yang lain. Saya katakan (Qurthubi): “Yang shohih adalah ia merupakan kemuliaan bagi siapa yang mengamalkannya baik dari orang quraisy ataupun buhkan orang quraisy. “
Tenyata di sinilah kuncinya, kemuliaan itu ada pada pengamalan isi Al-Quran.
Al-Quranul karim mempunyai pengaruh yang agung dalam proses perbaikan diri dan mensucikannya. Rosulullah memiliki perhatian yang besar dalam membina sahabat-sahabatnya. Jundub bin Abdullah ra mengatakan:
قاله جندب بن عبدالله -رضي الله عنه- قال: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن فتيان حزاورة فتعلمنا الإيمان قبل أن نتعلم القرآن، ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيماناً
“Kami bersama rosulullah saat kami masih belia, kami mempelajari keimanan sebelum mempelajari Al-Quran, kemudian kami mepelajari Al-Quran maka bertambahlah keimanan kami.”
Begitulah Al-Quran ia adalah bukti nyata, bahwa ia memang bersumber dari yang Maha Kuasa, berapa banyak mungkin kisah-kisah, novel-novel, yang membuat kita terpesona dengan kisah-kisahnya, bahkan berderai air mata, haru, tersenyum, puas, namun banyak yang tak berminat lagi untuk membacanya ulang dua sampai tiga kali bahkan sampai 10 kali. Adapun Al-Quran, semakin dibaca semakin nikmat, semakin diualangi semakin bertambah kelezatannya, bahkan tak pernah bosan walau dibaca lebih dari 17 kali sehari.
يقول ابن القيم _ رحمه الله _ لو علم الناس ما في قرأة القرآن بالتدبر لا اشتغلوا بها عن كل ما سواها ، فإذا قرأة بتفكر حتى مر بآية هو محتاج إليها في شفاء قلبه كررها ولو مائة مرة ، ولو ليلة ، فقراءة آية بتفكر وتفهم خير من قراءة ختمة بغير تدبر و تفهم ، و أنفع للقلب ، و ادعى إلى حصول الإيمان و ذوق حلاوة القرآن .
Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Kalau sekiranya orang-orang mengetahui apa-apa yang di dalam Al-Quran mereka akan sibuk dengannya dari pada urusan lainnya. Apabila engkau baca dengan tafakur, kemudian engkau temui ayat yang mengobati hatimu engkau akan ulang-ulangi ayat itu walaupun sampai seratus kali, walaupun sepanjang malam. Membaca ayat dengan tafakur lebih baik dari menghatamkannya tanpa tadabur dan memahaminya, dan lebih memberi manfaat bagi hati, menghantarkan kepada keimanan dan merasakan manisnya Al-Quran. Begitulah para salafusholih dalam mentadaburi Al-Quran.
وهذه كانت عادة السلف يردد أحدهم الآية إلى الصباح و قد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قام بآية يرددها حتى الصباح ، و هي قوله (( إن تعذبهم فإنهم عبادك و إن تغفرلهم فإنك أنت العزيز الحكيم )) مفتاح دار السعادة 1/553-554.
Suatu malam Rosulullah saw sholat dan mengulangi-ulangi ayat yang sama إن تعذبهم فإنهم عبادك و إن تغفرلهم فإنك أنت العزيز الحكيم sampai shubuh menjelang.” (Kitab Miftah Darus Sa’dah 1/553-554)
Begitulah juga kisah Imam Abu Hanifah yang diceritakan oleh Yazid bin Al-Kimyat, ia berkata: “Abu Hanifah adalah seorang yang sangat takut kepada Allah SWT, suatu malam Ali bin Al-Husain membaca Surat Al-Zilzalah (Idza Dzul zilatil ardhu zil zalaha) ketika sholat isya, dan Abu Hanifah berada di belakangnya. Ketika selesai sholat, orang-orang keluar dari masjid dan aku melihat kepada Abu Hanifah sedang duduk, berdzikir kemudian ia sholat danmengulangi membaca surat Al-Zilzalah. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya sehingga beliau tidak terganggu dengan keberadaanku. Lalu aku keluar dari masjid. Ketika aku keluar, aku tinggalkan sebuah lampu yang minyaknya tinggal sedikit. Ketika aku tiba kembali saat fajar, lalu aku mengumandangkan azan dan menyalakan lampu. Ketika itu aku melihat Abu Hanifah masih berdiri sambil membaca surat Al-Zilzalah berulang-ulang. Ketika melihatku ia bertanya, “Apakah engkau akan mengambil lampu?” lalu ku jawab: “Aku telah mengumandangkan azan shubuh.” Kemudian ia berkata: “Sembunyikan apa yang engkau lihat dariku”. Lalu ia sholat dua rakaat, kemudian duduk menunggu iqomat, dan sholat shubuh bersama kami masih dengan wudhu tatkala ia sholat isya malamsebelumnya.
Maka ‘tidak mentadaburi Al-Quran’ merupakan salah satu tanda bahwa ada pintu yang terkunci rapat yang menutupi hati ini. Dan kunci ini perlu dibuka, agar cahaya Al-Quran masuk ke dalamnya. Allah berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (24)
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”(QS. Muhammad: 24)
Syeikh Muhammad Sayyid Thotowi dalam tafsir Al-Wasith mengomentari ayat أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ القرآن
Mengatakan: “ayat ini adalah pengingkaran kepada orang-orang munafik yang mereka berpaling dari kitabullah, bahkah mereka tidak mentadaburinya, walaupun penuh dengan mauizhoh, pelajaran, perintah dan larangan.
أَمْ على قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ karena di atas hati orang-orang munafik ada kunci yang menghalangi antara mereka dan tadabur. ‘Al-Aqfalun’ bentuk jama’ dari Quflun, yaitu berupa alat untuk mengunci pintu atau sejenisnya, maksud ayat ini adalah penjelasan bahwa hati mereka tertutup dan terkunci rapat, tidak masuk keimanan ke dalamnya dan tidak keluar darinya kemunafikan dan kekufuran.”
Dalam tafsir ‘Al-Kasyaf’ dijelaskan bahwa maksud hati di sini ada dua, pertama hati yang keras, dan kedua hati sebagian orang munafik, adapun kunci di sini adalah kunci kekufuran yang mengunci rapat hati mereka.
Imam Sayyid Thantowi melanjutkan, para ulama mengatakan bahwa, “ayat di atas atau ayat sejenisnya :
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ القرآن وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ الله لَوَجَدُواْ فِيهِ اختلافا كَثِيراً) النساء : 82(
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa:82)
adalah menunjukkan wajib hukumnya mentadaburi dan mentafakuri ayat-ayat Al-Quran, kemudian mengamalkan apa yang di dalamnya, dari petunjuk, perintah dan larangan, adab dan hukum-hukum, karena tidak mentadaburinya akan menyebabkan kepada kekerasan hati serta kesesatan jiwa, sebagimana keadaan orang-orang munafik.”
Ustadz Sayyid Qutb dalam tafsir ‘Zhilal’ beliau mengatakan bahwa:
{ أفلا يتدبرون القرآن } . . وتدبر القرآن يزيل الغشاوة ، ويفتح النوافذ ، ويسكب النور ، ويحرك المشاعر ، ويستجيش القلوب ، ويخلص الضمير . وينشئ حياة للروح تنبض بها وتشرق وتستنير ، { أم على قلوب أقفالها؟ } فهي تحول بينها وبين القرآن وبينها وبين النور؟ فإن استغلاق قلوبهم كاستغلاق الأقفال التي لا تسمح بالهواء والنور!
“Tadabur Al-Quran menghilangkan penutup hati, membuka jendelanya, memperoleh cahaya, menggerakan perasaan (indera), menguatkan hati, mengikhlaskan nurani (batin), menumbuhkan kehidupan di dalam jiwa, berkilau dengannya, kemudian terbit dan menyinari.
“ataukah hati mereka terkunci?” ialah tutup yangmembatasi antara hati dengan Al-Quran dan antara hati dengan cahaya. Menutup rapat hati mereka itu ialah seperti halnya menutup ruangan dengan kunci yang tidak memperbolehkan masuknya udara ataupun cahaya.”
Syeikh Syinqithi dalam tafsir beliau ‘Adhwa’ul Bayan’, ketika menjelas ayat di atas beliau mengatakan, “bahwa Allah mencela orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah sebagaimana dijelaskan dalam firmannya:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا [ الكهف : 57 ] الآية .
“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (Al-Kahfi: 57)
وهذه الآيات المذكورة تدل على أن تدبر القرآن وتفهمه وتعلمه والعمل به ، أمر لا بد منه للمسلمين .
ayat di atas menunjukkan bahwa mentadaburi Al-Quran, memahaminya dan mempelajarinya adalah suatu keharusan bagi kaum muslimin.”
Syeikh Syinqithi melanjutkan penjelasan, bahwa :
ومعلوم أن كل من لم يشتغل بتدبر آيات هذا القرآن العظيم أي تصفحها وتفهمها ، وإدراك معانيها والعمل بها ، فإنه معرض عنها ، غير متدبر لها ، فيستحق الإنكار والتوبيخ المذكور في الآيات إن كان الله أعطاه فهماً يقدر به على التدبر ، وقد شكا النبي صلى الله عليه وسلم إلى ربه من هجر قومه هذا القرآن ، كما قال تعالى { وَقَالَ الرسول يارب إِنَّ قَوْمِي اتخذوا هذا القرآن مَهْجُوراً } [ الفرقان : 30 ] .
“Siapa saja yang tidak disibukkan dengan mentadaburi ayat-ayat Allah, atau memahaminya, mempelajari makna-maknanya kemudian mengamalkannya, maka ia termasuk ‘mu’ridh’ atau orang yang berpaling, dan termasuk orang yang dicelah dalam ayat di atas, jika Allah telah memberinya kefahaman untuk dapat mentadaburinya. Rosulullah mengadu kepada Allah bahwa kaumnya telah meninggalkan Al-Quran, sebagai mana firmannya dalam surat Al-Furqan ayat 30.”
وَقَالَ الرسول يارب إِنَّ قَوْمِي اتخذوا هذا القرآن مَهْجُوراً
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan."
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini dalam kitab Al-Fawaid:
قال ابن القيم في كتابه القيم " الفوائد ": وهجر القرآن أنواع: أحدها: هجر سماعه والإيمان به والإصغاء إليه. والثاني: هجر العمل به والوقوف عند حلاله وحرامه، وإن قرأه وآمن به. والثالث: هجر تحكيمه والتحاكم إليه في أصول الدين وفروعه، واعتقاد أنه لا يفيد اليقين، وأن أدلته لفظية لا تحصل العلم. والرابع: هجر تدبره وتفهمه، ومعرفة ما أراد المتكلم به منه. والخامس: هجر الاستشفاء والتداوي به في جميع أمراض القلوب وأدوائها، فيطلب شفاء دائه من غيره، ويهجر التداوي به .
“Tidak mengacuhkan Al-Quran memiliki beberapa macam pengertian: Pertama, tidak mendengarkan dan mengimaninya. Kedua, tidak mengamalkannya, tidak peduli dengan halal dan haramnya, walaupun ia membaca dan mengimaninya. Ketiga, meninggalkan untuk mengambil hukum-hukumnya. Keempat, meninggalkannya dengan tidak mentadaburi, memahaminya dan mengetahui maksud dari apa yang disampaikan Allah dalam ayat-ayat-Nya. Kelima, meninggalkan dalam arti tidak menjadikan Al-Quran sebagai obat ari penyakit-penyakit hati.”
Apa buah dari mentadaburi Al-Quran? Diantara buahnya adalah:
1. Menghasilkan keyakinan yang semakin mantap di dalam hati, rasa takut dan harap serta merasakan keagungan Allah.
هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدىً وَرَحْمَةٌ لِّقَوْمِ يُوقِنُونَ [سورة الجاثية 20]،
“Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.”(QS. Al-Jatsiyah: 20)
Al-Quran adalah laksana air yang hati sebagai mana air hujan menyirami tumbuhan. Pohon tidak dapat hidup, bahkan ia akan kering dan mati jika tidak disirami oleh air. Begitu juga hati akan mati dan dan keras jika jika tidakpernah disirami Al-Quran, hilang rasa sensitifnya, halal dan haram sama saja,bahkan menjadi remang, boleh dosa atau tidak dosa tidak dapat dibedakan, bahkan memandang kemaksiatan adalah satu hal yang biasa. Hati yang selalu disirami Al-Quran akan selalu hidup, mempunyai pengaruh, sehingga bergetarlah jiwanya ketika mendengar ayat-ayat Allah. Begitulah ungkapan tadabur yang indah di dalam ayat 21-23 surat Az-Zumar, Allah befirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ (21) أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (22) اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” (QS. Az-Zumar 21-23)
2. Bertambahnya keimanan dan melapangkan hati.
وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَاناً فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ [سورة التوبة 9/124]
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)
Orang-orang yang beriman selalu merasa gembira dan lapang hatinya ketika ayat-ayat Allah disampaikan.
3. Kemenangan umat muslimin dengan Al-Quran.
Sebagaimana telah dibuktikan oleh kemenangan umat islam pada masa-masa keemasannya, yang menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya sumber inspirasi yang mereka mempelajarinya tidak lebih dari 10 ayat dan tidak pindah kepada ayat selanjutnya sebelum mereka mengamalkannya.
ويقول الحاكم الفرنسي في الجزائر في ذكرى مرور مائة سنة على استعمار الجزائر: " إننا لن ننتصر على الجزائريين ما داموا يقرأون القرآن ويتكلمون العربية، فيجب أن نزيل القرآن العربي من وجودهم ونقتلع اللسان العربي من ألسنتهم "
Seorang pemimpin Prancis mengatakan dalam peringatan 100 tahun penjajahan Al-Jazair: “Sesungguhnya kita tidak akan menang terhadap orang-oarng Al-Jazair, selagi mereka membaca Al-Quran dan berbahasa arab, maka wajib bagi kita untuk menghilangkan Al-Quran yang berbahasa arab dari keberadaannya dan mencabut ucapan bahasa arab dari lisan mereka.”
Hal itupun telah mereka perbuat terhadap Turki dan Negara islam lainnya.
Bagaimana mentadaburi Al-Quran? Diantara cara mentadaburi Al-Quran sebagai berikut:
1. Menghadirkan hati dan fikiran. Kemudian bacalah Al-Quran dengan tartil, dengan bacaan terbaik yang kita bisa, karena kekhusyu’an dalam membaca Al-Quran sangat membantu dalam mentadaburi dan memahaminya.
2. Merasakan keagungan Allah seakan-akan Allah sedang berbicara dengan kita melalui Al-Quran. Imam Ali berkata; “Jika aku ingin Allah berkata-kata denganku maka aku membaca Al-Quran, jika aku ingin berbicara dengan Allah maka aku lakukan sholat.”
3. Berusaha memahami arti dan maksudnya, sambil menggunakan kitab tafsir dan Al-Quran terjemah, kitab tafsir yang dapat membantu sepeti Tafsir Ibnu Katsir, tafsir Fi Zhilalil Quran, dan tafsir Syeikh Sa’di.
4. Menghubungkan Al-Quran dengan realitas kehidupan yang sedang kita rasakan, kemudian berusaha untuk mengamalkan apa yang dapat difahami dari ayat-ayat tersebut. Sebagaimana para sahabat yang mempelajari Al-Quran dengan satu tujuan, yaitu untuk mengamalkan isinya, bukan untuk menambah wawasan ataupun sekedar menikmati cerita, kisah dan bacaannya. Mereka mempelajari sepuluh ayat, setelah mereka mengamalkannya mereka melanjutkanya pada ayat-ayat selanjutnya.
Wallahu a’lam bishowab.
0 comments:
Post a Comment